Sejarah Berdirinya SD Aisyiyah Cahaya Insan

BERFIKIR, BERGERAK, BERKORBAN

Lewat tulisan ini saya memperkenalkan, nama saya Maskani Azizah, seorang ibu rumah tangga pensiunan PNS. Tahun ini saya memasuki usia 70 tahun. Suami saya Hisyam Adnan, usia 73 tahun. Empat puluh sembilan tahun yang lalu kami dipertemukan oleh KH. Qosim Nurseha (Alm) yang saat itu sama-sama aktif di organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII).

Kami dikaruniai 6 (enam) orang anak, yaitu : M. Abduh Hisyam (Ketua PDM Kab. Kebumen), Ida Ayu Zubaidah (Maj. Ekonomi PDA Kota Tegal), Dewi Umaroh (Wk. Ketua PDA Kota Tegal), Leili Fitriyah (Wk. Sekretaris PDA Kota Tegal), Ahmad Barnaba, dan Weis Adnani Kurniawan (Aktivis Tapak Suci Putera Muhammadiyah).

Sekarang ini aktivitas saya selain di PDA Kota Tegal sebagai Wakil Ketua dan mengisi pengajian, adalah membesarkan SD Aisyiyah yang tahun ini akan memasuki tahun keempat. Mengapa SD Aisyiyah?

Berawal dari pemikiran saya sejak dulu tentang Majelis Dikdasmen. Dikdasmen adalah Pendidikan dasar dan menengah, tapi mengapa ‘Aisyiyah hanya berkutat pada TK saja? Sampai pada saat muktamar ke 45 ‘Aisyiyah di Malang, saya memberanikan diri menanyakan hal itu di depan forum muktamar. Dan dijawab oleh Ibu Noorjanah Johantini bahwa, benar, Dikdasmen seharusnya tidak hanya mengurusi TK saja, bisa mendirikan SD sampai dengan SMA.

Berbekal jawaban tersebut, maka saya mulai memikirkan tentang pendirian SD ‘Aisyiyah mengingat di Kota Tegal ada 13 TK. Rupanya gagasan saya untuk mendirikan SD ‘Aisyiyah terlalu berat sehingga PDA menyerahkan seluruhnya kepada saya. Maka saya bekerja sendiri, dan mulai melihat-lihat kemungkinan tempat yang cocok untuk lokasi SD. 

Keinginan untuk mendirikan SD yang bagus semakin menguat ketika di Kota Tegal bermunculan sekolah-sekolah non muslim, dan ada satu sekolah non muslim yang sangat siap dengan gedung dan guru-guru yang berkualitas. Saya membaca proposal mereka, siapa sasaran muridnya, dan siapa calon-calon murid yang sudah siap mendaftar. Hampir 80% sasaran mereka adalah anak-anak kita, dari muslim yang berharta. Hati saya tercekat, apakah generasi muslim yang akan datang akan dididik oleh mereka?

Berangkat dari situ saya mulai bergerak, saya menghubungi murid saya dulu yang sekarang menjadi wakil rektor Universitas Negeri Semarang, minta dicarikan calon guru yang baik dan beliau merespon dengan positif. Selanjutnya saya mengumpulkan PDA untuk merealisasikankan gagasan saya, tapi di tubuh PDA ada yang belum mantap, malah di Majelis Dikdasmen PDA sendiri  ada yang menentang, katanya, “Untuk apa mendirikan SD ‘Aisyiyah, wong SD Muhammadiyah yang sudah ada 3 saja tidak ada yang maju”. Demikian pula ketika informasi ini disampaikan ke PDM. 

Tapi saya jalan terus. Saya membuat brosur untuk dibagikan kemana saja, ke siapa saja. Di sekolah-sekolah TK, di pengajian-pengajian baik pengajian ‘Aisyiyah maupun bukan, di acara pengantin, khitanan,  jagong bayen, di acara apa saja saya selalu menawarkan SD ‘Aisyiyah. 

Saya kumpulkan kepala-kepala TK ‘Aisyiyah yang berjumlah 13 TK, saya sampaikan, “Bila setiap TK bisa mengirimkan 2 murid saja, maka SD ‘Aisyiyah sudah punya calon murid 26 anak”. 

Ternyata harapan tinggal harapan, rupanya gayung tidak bersambut, pada hari pertama masuk sekolah tahun ajaran 2012-2013 murid yang masuk ke SD ‘Aisyiyah hanya  empat anak. Satu orang cucu saya, satu orang anak yang gratis, dan dua orang anak dari Desa Kemantran Kabupaten Tegal yang sangat jauh dari lokasi sekolah (± 6 km).

Ketika saya sampaikan kepada orang tua murid yang empat itu, apakah ini mau terus atau tidak, ternyata seorang mengatakan, “Bu Hisyam, saya tahu sekolah ini akan bagus, kalo dihentikan, nanti anak saya mau saya sekolahkan di mana, sementara saya sudah menaruh harapan besar pada SD ‘Aisyiyah. Jadi terus saja Bu”. Kemudian ibu yang dari Kemantran menyambung, ”Terus saja Bu, saya malah senang, kalau muridnya hanya sedikit, jadi anak saya seperti privat”. Pernyataan itu yang membuat semangat saya bangkit kembali.

Maka dengan menggunakan gedung TPQ saya, KBM mulai berjalan. Kami menyiapkan guru enam orang, satu orang guru kelas merangkap kepala sekolah, satu orang guru agama, satu orang guru olah raga, satu orang guru kesenian, satu orang guru tapak suci dan satu orang guru Iqra. Dan semuanya guru yang terbaik. Sehingga enam orang guru saya sediakan untuk mendidik empat orang anak. 

Walaupun KBM sudah berjalan, tapi saya tetap mencari murid, paling tidak biar nutup sepuluh anak. Saya datangi santri-santri TPQ saya yang umurnya memenuhi untuk masuk SD, saya datangi SD-SD terdekat melihat kemungkinan SD yang kelebihan murid untuk dipindah ke SD ‘Aisyiyah. Saya datangi anak-anak kecil yang tidak sekolah. Dari usaha itu, saya dapat dua orang anak, tapi yang seorang minta gratis karena tidak ada biaya. Jadilah murid menjadi enam anak. 

Saya tanamkan pada guru-guru bahwa mereka mengajar enam orang anak ini harus sama seperti mengajar tiga puluh anak. Harus mendidik dengan benar-benar. Setiap kesempatan adalah pendidikan, termasuk pada saat istirahat dan makan siang, tetap harus ada nilai-nilai pendidikan. 

Menghadapi tahun ajaran kedua, saya dan guru-guru yang ada mulai memasang strategi untuk menjaring murid. Kami membuat kalender yang dibagikan ke TK-TK ‘Aisyiyah dan TK-TK yang lain. Kami membuat film tentang proses belajar di SD ‘Aisyiyah, bagaimana mereka sholat Dhuha, sholat Dzuhur,  makan siang, berlatih tapak suci dan berpidato. Kami putar di acara pertemuan wali murid di TK-TK. Kami latih keenam anak ini bermain drama dan kami tampilkan di acara tutup tahun TK-TK ‘Aisyiyah. Alhamdulillah tahun kedua ada 47 murid yang masuk. Dan tahun ketiga ada 55 murid.

Saya memang membebaskan biaya pendaftaran dan infak gedung sampai dengan tahun ketiga. Kemudian untuk menggaji 11 orang guru dan 4 karyawan serta untuk keperluan macam-macam biaya dari mana? Atas izin suami, saya menyisihkan tabungan pribadi untuk keperluan SD ini dan bantuan donatur dari teman-teman yang simpati, baik teman-teman ‘Aisyiyah maupun di luar ‘Aisyiyah. Rencana saya, tahun keempat baru akan ada uang pendaftaran dan infak gedung.

Setelah melihat perkembangan SD Aisyiyah, banyak dukungan mengalir dari berbagai pihak termasuk dari Ketua PDM dan dari orang-orang yang semula meragukan gagasan saya ini. Alhamdulillah SD ‘Aisyiyah sudah mendapat ijin dari Dinas Pendidikan Kota Tegal. Saya sangat percaya Allah akan memberi jalan bagi hamba-Nya yang bersungguh-sungguh. Kata-kata yang selalu berdengung di kepala saya adalah “Berfikir, Bergerak, Berkorban”. Mudah-mudahan SD ini dapat berkembang dan mengantarkan generasi muslim menjadi pemimpin-pemimpin bangsa yang sangat kita harapkan. 

(By Lili Hisyam – 06 Mei 2015)



LINK TERKAIT